SERBUK MEMORI Part 1
Sabtu, 19 Januari 2019
Add Comment
Beberapa saat lalu rasanya seperti dalam pusaran lubang hitam. Semua yang ada dalam pandangan berputar dengan sangat cepat dan menghilang di suatu titik. Membuat kepalaku menjadi pusing dan terasa berat. Seakan ada beban ratusan ton yang mekannya. Dan seolah mengerti, kedua mataku terpejam secara bersamaan. Berusaha mengurangi efek sakit yang batinku rasakan. Saat rasa pusing itu sudah menghilang dan otakku cukup tenang untuk berfikir. Kedua mataku kembali terbuka. Menampakkan sebuah ruangan dengan sebuah ranjang di tengahnya. Ranjang kecil tanpa kelambu yang dibalut sprei polos berwarna biru. Kususuri ruangan yang kuduga sebagai kamar ini dengan pandangan menilai. Mengamati apa yang ada didalamnya. Hanya ada beberapa perabotan yang kutemukan, yakni sebuah lemari baju berwarna coklat yang diletakkan di samping kiri ranjang, sebuah meja belajar yang diletakkan di depan jendela, serta sebuah lemari buku yang belum terisi. Lemari itu di letakkan di depan ranjang dan bersebelahan dengan meja belajar. Selebihnya nampak kosong dan lenggang.
Di sudut memori yang tersembunyi, Aku nampak familiar dengan kamar ini. Namun tidak tahu kamar ini milik siapa. Dinding bercat putih itu tidak mampu menjelaskan apa-apa. Tidak ada foto yang terpajang di sana seperti apa yang dilakukan sebagian besar orang. Aku menghela napas panjang, menyerah untuk mengingat kamar ini milik siapa. Mengalihkan pandangan mata pada ranjang yang semula Aku abaikan. Disana ada gundukan tebal yang bersembunyi dalam selimut. Itu bukan guling, aku yakin itu. Gundukan itu terlalu kecil untuk sebuah guling. Dan lebih tidak mungkin lagi jika merupakan tumpukan beberapa guling di atas sebuah ranjang kecil.
“Ibu…Ibu…Ibu…” Aku mendengar suara itu di balik selimut. Tak lama kemudian selimut itu bergerak-gerak sehingga menampilkan sebuah kepala yang menyembul keluar. Kelapa bersurai hitam yang di ikat kebelakang dengan tali rambut berwarna ungu. Posisi yang membelakangiku. Namun Aku sudah bisa menduga bahwa sosok dibalik selimut itu adalah seorang anak kecil bergender perempuan.
“Ibu…” cicitan itu kembali terdengar. Suara yang nampak lemah seperti orang sakit.
“Ibu…” Aku meringis mendengarnya. Ada dorongan dalam diri untuk menghampiri anak perempuan itu. Namun saat kaki ini hendak melangkah, sekelebat bayangan yang berasal dari belakang tubuhku bergegas menuju ranjang. Menyenggol lengan kananku, namun tidak cukup kuat untuk membuatku jatuh.
Aku menatap kejadian ini dengan terpukau. Bayangan yang semula samar sekarang terlihat jelas dalam pandangaku. Di sana ada anak laki-laki yang memakai sweeter coklat dan celana pendek menumpukan kedua lututnya di atas ranjang. Tangan kanan anak laki-laki itu terulur ke arah kepala anak perempuan.
“Syukurlah keningmu tidak panas lagi” anak laki-laki itu berkata dengan nada lega. Anak laki-laki itu kembali bergerak untuk menyamankan posisinya dengan duduk di atas ranjang. Meskipun lega tersirat dari suara anak laki-laki itu, namun raut wajahnya menunjukkan rasa khawatir.
“Cepat sembuh” doa anak laki-laki sambil mengelus kepala anak perempuan itu dengan sayang.
“Jika besok kau sudah sembuh Aku janji mengajakmu main lagi. Jalan-jalan bersama. Main kejar-kejaran dan hujan-hujanan lagi. Tertawa dan bahagia bersama. Jadi…” anak laki-laki masih berbicara seolah anak perempuan itu mendengar. Tidak menyadari bahwa apa yang ia bicarakan tidak mendapat respon dari anak perempuan. Aku juga diam mendengarkan. Tidak ingin merespon maupun menyela pembicaraan satu arah ini.
“…Jangan sakit lagi. Selama kau bersamaku, jangan menangis lagi karena aku akan menjagamu” kata anak laki-laki dengan terselip janji di nada memintanya. Hatiku berdesir mendengarnya dan tanpa sadar kedua telapak tanganku bergerak menekan degub jantung dengan detaknya yang antusias. Seolah anak laki-laki itu hanya berbicara padaku. Beranggapan bahwa kalimat itu ditujukan hanya untukku. Mengabaikan sosok lain yang masih meringkuk di dalam selimut tanpa merubah posisi.
“Ibu…” namun gumaman itu menghempaskanku dalam angan bahagia. Membuat jantungku seketika berdenyut sakit.
“Kau ingin sesuatu?” anak laki-laki itu bertanya. Nada khawatir yang membuatku iri. Anak perempuan tidak menjawab, hanya kepalanya yang bergerak-gerak tidak nyaman di atas bantal. Siapa? Siapa anak perempuan itu? Dan Siapa anak laki-laki ini? batinku bertanya dalam hati. Kakiku bergerak mendekati ranjang. Mencari tahu siapa mereka. Sebelum tanganku menyentuh bahu kanan anak laki-laki itu untuk meminta perhatian, secara tak terduga anak laki-laki itu bergerak menghindar. Menuruni ranjang dengan tergesa, menganggap Aku seolah tidak ada.
0 Response to "SERBUK MEMORI Part 1"
Posting Komentar